Kamis, 19 Maret 2009

BAB IV
PERUSAHAAN DAGANG
A. Pengertian Perusahaan Dagang
Salah satu cara seseorang melakukan usaha yang sangat sederhana adalah perusahaan dagang, atau dikenal juga dengan usaha dagang atau perusahaan perseorangan. Perusahaan dagang ini tidak diatur secara khusus, sehingga sampai saat ini tidak ada peraturan yang khusus mengatur tata cara pendirian perusahaan dagang. Perusahaan dagang merupakan kegiatan sese-orang yang melakukan usaha, seperti membuka toko, restoran (rumah makan), rental komputer, penjahit, warung kopi, kedai sampah, dan sebagainya.
Secara yuridis tidak ditemukan pengertian perusahaan dagang, untuk itu ada beberapa pendapat yang dapat diambil dalam memberikan pengertian perusahaan dagang, antara lain:
1. H.M.N. Purwosutjipto, mengatakan perusahaan dagang adalah salah satu bentuk perusahaan perseorangan, sedangkan perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang dilakukan oleh satu orang pengusaha. Selanjutnya dijelaskan bahwa perbedaan antara perusahaan dagang dengan bentuk persekutuan terletak pada jumlah pengusahanya, yaitu pada perusahaan dagang jumlah pengusahanya hanya satu orang, sedangkan pada perusahaan persekutuan jumlah pengusahanya dua atau lebih atau beberapa orang, sedangkan pada perseroan terbatas sebanyak jumlah pemegang sahamnya, yang berarti seluruh pemegang saham pada perseroan terbatas adalah pengusaha.[1]
2. Pieter Tedu Bataona, menggunakan istilah perusahaan perseorangan, yaitu salah satu bentuk perusahaan swasta yang melakukan usaha, baik di bidang perdagangan maupun di bidang perindustrian yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar guna mendapatkan keuntungan dengan sistem pengelolaan yang bersifat tunggal, yakni hanya berada dalam tangan satu orang yang merangkap sebagai pemilik modal, pengusaha dan pengurus perusahaan serta sekaligus sebagai pemimpin perusahaan (single ounership and management) dan dibantu oleh beberapa orang buruh dalam menjalan-kan usahanya.[2]
3. Abdulkadir Muhammad, juga memakai istilah perusahaan perseorangan, adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh seorang pengusaha, yang meliputi jenis perusahaan dagang, perusahaan jasa, dan perusahaan industri. Perusahaan dagang adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha dagang. Pengertian pokok “dagang” adalah perbuatan mem-beli dan menjual/menyewakan barang dengan tujuan memperoleh keuntung-an atau laba.[3]
4. Sentosa Sembiring, menyatakan perusahaan dagang adalah perusahaan perseorangan yang dilakukan oleh seorang pengusaha. Perusahaan dagang dapat dikelola oleh 1 (satu) orang atau lebih dengan modal milik sendiri.[4]
Dari pengertian di atas, maka perusahaan dagang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Modal milik satu orang saja.
2. Didirikan atas kehendak seorang pengusaha.
3. Keahlian, teknologi, dan manajemen dikelola satu orang saja.
4. Bila tampak banyak orang di perusahaan, itu merupakan para pembantu pengusaha.
5. Bukan merupakan perusahaan berbadan hukum dan tidak termasuk persekutuan atau perkumpulan.
6. Risiko dan untung rugi menjadi tanggungan sendiri.
7. Tidak melalui proses pendirian perusahaan sebagai mestinya, kecuali surat izin usaha dari kantor perdagangan setempat.
8. Wajib untuk membuat catatan keuangan termasuk kewajiban terhadap pajak dan retribusi daerah.[5]
Dalam perusahaan perseorangan, yang menjadi pengusaha hanya satu orang, tidak ada peserta lain di sampingnya. Bila dalam perusahaan itu tampak banyak orang yang bekerja, itu adalah pembantu pengusaha dalam perusaha-an, yang hubungan hukumnya dengan pengusaha bersifat perburuhan dan pemberian kuasa. Modal dalam perusahaan perseorangan ini milik satu orang, yaitu milik si pengusaha, sehingga kebanyakan dalam perusahaan perse-orangan ini modalnya tidak besar atau modal lemah. Jenis perusahaan perseorangan ini sangat banyak berdiri dan dapat dijumpai dimana saja.

B. Kedudukan Perusahaan Dagang
Bentuk perusahaan perseorangan secara resmi tidak ada, namun dalam masyarakat perdagangan telah ada satu bentuk perusahaan perseorangan yang diterima oleh masyarakat, yaitu perusahaan dagang yang disingkat “P.D”, misalnya P.D. Lautan Mas, P.D. Pohan Suri, P.D. Naga Berkisar, dan lain-lain. Singkatan P.D. ini sebenarnya menyamai singkatan Perusahaan Daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962, yang telah dinyatakan tidak berlaku oleh Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969.[6]
Perusahaan dagang adalah bentuk perusahaan perseorangan yang telah diterima oleh masyarakat dagang Indonesia, tetapi secara resmi nama perusahaan dagang ini belum dikukuhkan. Bentuk perusahaan ini bukan badan hukum dan tidak termasuk perkumpulan atau persekutuan, tetapi termasuk dalam lingkungan hukum dagang, sebab perusahaan dagang ini dibentuk dalam suasana hukum perdata dan menjalankan perusahaan, sehingga dari badan itu timbul perikatan-perikatan keperdataan.
Perusahaan dagang ini dibentuk atas dasar kehendak seorang pengusaha, yang mempunyai cukup modal untuk berusaha dalam bidang perusahaan, dalam mana ia sudah merasa ahli. Sebagai seorang pengusaha perusahaan dagang, ia tidak bisa mengharapkan keahlian dari orang lain, sebab baik pengusaha maupun manajernya adalah dia sendiri. Bila modalnya kecil, ia bekerja sendiri, tetapi jika modalnya cukup besar dan lapangan perusahannya makin besar, ia dapat mempergunakan beberapa orang buruh sebagai pem-bantunya. Keahlian, tekhnologi dan manajemen dilakukan oleh pengusaha seorang diri. Begitu juga untung rugi, sepenuhnya menjadi beban si pengusaha sendiri.
Pemerintah sebenarnya berupaya untuk mengakui eksistensi jenis per-usahaan dagang ini. Hal ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan. Dalam Pasal 1 angka 3 disebutkan; “Lembaga perdagangan adalah suatu instansi/badan yang dapat berbentuk perorangan atau badan usaha……”.[7]

C. Prosedur Mendirikan Perusahaan Dagang
Perusahaan dagang adalah suatu lembaga dalam bidang perniagaan yang sudah lazim dalam masyarakat perdagangan di Indonesia. Karena sampai saat ini belum ada undang-undang yang mengatur tentang pendirian perusahaan dagang, maka cara pendiriannya tidak memerlukan akta pendirian cukup didirikan dengan lisan atau tulisan di bawah tangan. Meskipun demikian dalam prakteknya secara umum bila orang akan mendirikan perusahaan dagang, maka yang bersangkutan harus melakukan:[8]
Pertama; Pengusaha yang akan mendirikan perusahaan dagang datang menghadap notaris untuk minta dibuatkan akta pendiriannya, yang pokok isinya telah dirancangkan oleh pengusaha yang bersangkutan. Akta pendirian ini tidak perlu didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan tidak perlu diumumkan dalam Berita Negara/Tambahan Berita Negara.
Kedua; Setelah memperoleh akta pendirian dari notaris, pengusaha menghadap Kepala Kantor Departemen Perdagangan/Perindustrian setempat untuk memperoleh izin usaha perdagangan.
Ketiga; Setelah itu pengusaha menghadap Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah Daerah setempat untuk memperoleh surat izin tempat usaha jika tempat usaha perusahaan dagang itu berada di tengah-tengah kompleks perumahan dan pelaksanaan perusahaan itu bisa mengganggu ketenangan atau ketentraman orang-orang yang diam di tempat itu, maka pengusaha harus minta izin berdasar undang-undang gangguan (berdasarkan Stb. 1926-226).
Keempat; Jika syarat-syarat di atas telah dipenuhi, barulah pengusaha yang bersangkutan mendaftarkan perusahaannya pada Kantor Departemen Perdagangan setempat.
Kelima; Setiap pengusaha harus memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), untuk mengurus NPWP ini bagi wajib pajak orang pribadi usahawan harus melampirkan fotokopi KTP/kartu keluarga/SIM/Paspor dan fotokopi surat izin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi yang berwenang.[9]
Dengan berbekal surat izin tersebut di atas orang dapat mulai melakukan usaha perdagangan yang dikehendaki. Surat izin itu juga sudah merupakan tanda bukti sah menurut hukum bagi pengusaha dagang yang akan melakukan usahanya, karena instansi tersebut menurut hukum berwenang mengeluarkan surat izin. Akan tetapi, hal ini dikecualikan bagi perusahaan dagang (lebih tepatnya usaha perorangan) yang dijalankan sendiri dan anggotanya keluarga terdekat yang semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, seperti pedagang kecil dan pedagang kaki lima (termasuk kedai sampah atau kios).
Karena prosedur pendirian perusahaan dagang ini mudah, maka bila si pengusaha kurang berhasil dalam usaha yang sekarang dilakukan, maka ia dengan mudah mengganti dengan usaha yang lain, tanpa prosedur yang ruwet, dan karena pengusaha hanya terdiri dari satu orang maka mobilitas perusahaan sangat tinggi dan bila pengusahanya seorang yang cakap dan ahli dalam bidangnya, maka perusahaan dagang itu lekas memiliki “goodwill”[10] yang tinggi.

D. Kewajiban-kewajiban Pengusaha Perusahaan Dagang
1. Pembukuan
Menurut Pasal 6 KUHD, setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan mengerjakan pembukuan, yakni catatan-catatan mengenai harta kekayaan pribadinya dan harta kekayaan yang dipergunakan dalam per-usahaannya menurut syarat-syarat yang diminta oleh perusahaannya, sedemikian rupa, sehingga dari catatan-catatan itu setiap waktu dapat diketahui hak-hak dan kewajibannya. Karena perusahaan dagang adalah sejenis per-usahaan sebagai yang dimaksud dalam Pasal 6 KUHD tersebut, maka dia wajib menjalankan pembukuan.


2. Membayar pajak
Menurut undang-undang perpajakan Republik Indonesia, setiap orang, badan usaha dan badan hukum tertentu, wajib membayar pajak kepada negara. Karena perusahaan dagang itu adalah suatu badan yang menjalankan per-usahaan, maka diwajibkan membayar pajak kepada negara. Jenis pajak itu bermacam-macam, misalnya:
a. Pajak penghasilan.
b. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa.
c. Pajak penjualan atas barang mewah.
d. Pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain.


E. Hubungan Hukum Antara Pengusaha dengan Pembantunya dan Pihak Ketiga
Seorang pengusaha dapat mempunyai pembantu-pembantunya, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Pembantu-pembantu di dalam perusahaan ialah pelayan toko, pekerja keliling, manajer, dan sebagainya, sedangkan pembantu-pembantu di luar perusahaan ialah egen, notaris, pengacara, makelar, komisioner, konsultan, akuntan, dan lain-lain. Jenis pembantu yang sering dipergunakan oleh perusahaan adalah pelayan toko untuk pembantu dalam perusahaan dan notaris untuk jenis pembantu di luar perusahaan yang berfungsi sebagai pembuat perjanjian-perjanjian penting atau melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang diperlukan akta pembuktian yang otentik.
Pada umumnya setiap perusahaan dagang memiliki pembantu-pembantu untuk menyelenggarakan perusahannya. Dengan adanya pembantu ini timbullah hubungan hukum antara pengusaha dengan pembantunya yang bersifat rangkap, yakni hubungan perburuhan dan hubungan pemberian kuasa. Dalam hubungan perburuhan, si pengusaha berfungsi sebagai majikan, sedangkan si pelayan berfungsi sebagai buruh. Hubungan perburuhan ini diatur dalam Bab VII-A, Buku Ketiga KUH Perdata dan bersifat sub-ordinasi, dalam hubungan mana si pelayan harus tunduk pada perintah si pengusaha, sedangkan si pengusaha berkewajiban membayar upah si pelayan. Sedangkan dalam hubungan pemberian kuasa, si pengusaha bertindak sebagai pemberi kuasa, sedangkan si pelayan bertindak sebagai pemegang kuasa, hubungan hukum ini diatur dalam Bab XVI, Buku Ketiga KUH Perdata.
Si pengusaha perusahaan dagang kecuali mempunyai hubungan hukum dengan pembantunya dalam perusahaan, juga kadang kala mempergunakan agen, notaris, pengacara, makelar dan lain-lain. Hubungan hukum antara pengusaha dengan agen bersifat pemberian kuasa, sedangkan hubungan hukum antara pengusaha dengan notaris, pengacara, makelar atau lainnya bersifat rangkap, yaitu hubungan pelayanan berkala dan hubungan pemberian kuasa.
Hubungan hukum antara pengusaha dengan pihak ketiga baik yang dilakukan oleh pengusaha sendiri ataupun oleh pembantunya dapat menimbulkan perikatan-perikatan terhadap pihak ketiga. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh pengusaha atau pembantunya ini dapat merupakan perbuatan hukum dan dapat pula merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga perikatan-perikatan yang timbul menjadi berbeda, yakni:
1. Terhadap perikatan-perikatan yang timbul dari perbuatan hukum, pengusaha terikat, artinya pengusaha harus melaksanakan perikatan-perikatan itu. Begitu juga bila perbuatan hukum itu dilakukan oleh pembantu atas namanya. Pembantu pengusaha ini berbuat sebagai pemegang kuasa si pengusaha, yang berakibat bahwa semua perikatan yang timbul dari perbuatan hukum itu harus dilaksanakan oleh pengusaha.
2. Terhadap perikatan-perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum, baik yang dilakukan oleh si pengusaha sendiri maupun oleh pembantunya menjadi tanggung jawab pengusaha, artinya si pengusaha berkewajiban menanggung, bila ada ketidak beresan pelaksanaan perikatan tersebut. Bila perbuatan melawan hukum itu dilakukan oleh si pengusaha sendiri, maka tuntutan pertanggung jawab itu dapat dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, sedangkan bila perbuatan melawan hukum itu dilakukan oleh pembantu si pengusaha maka penuntutan pertanggungjawaban itu dapat dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata. Perbuatan melawan hukum yang dimaksud menghendaki adanya akibat yang merugikan pihak ketiga yang menuntut itu.

F. Kebaikan dan Keburukan Perusahaan Dagang
Dari uraian di atas maka dapat kita ketahui bahwa perusahaan dagang merupakan usaha yang dimiliki, dikelola dan dipimpin oleh seseorang yang bertanggung jawab penuh terhadap semua resiko dan aktivitas perusahaan. Dalam hal izin usaha secara relatif dapat dikatakan lebih ringan dan lebih sederhana persyaratannya dibandingkan dengan jenis perusahaan lainnya.
Secara hukum tidak ada pemisahan antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan pribadi, semua urusan perusahaan menjadi satu dengan urusan pribadi dari pemilik. Sehingga apabila ada pemisahan modal dari kekayaan pribadi pada perusahaan tidak ada artinya, sebab apabila perusahaan dagang dalam keadaan likuidasi maka semua harta kekayaan menjadi jaminan dari semua utang perusahaan. Adapun kebaikan dan keburukan perusahaan dagang ini adalah:[11]
1. Kebaikannya; dalam praktek perusahaan dagang merupakan bentuk per-usahaan yang terbanyak didapati, ini disebabkan terdapatnya beberapa kebaikan perusahaan dagang, yaitu:
Organisasi yang mudah (ease of organization). Mengorganisir per-usahaan dagang relatif lebih mudah, selain karena perusahaan kecil, aktivitas-aktivitasnya relatif terbatas.
Kebebasan bergerak (freedom of action). Pemilik perusahaan dagang mempunyai kebebasan luas, sebab setiap keputusannya merupakan kata terakhir. Ia bebas menambah jumlah atau jenis barang yang diproduksi-kan atau diperdagangkan, karena tiada orang lain yang memepersoalkan kebijaksanaannya. Tenggang menenggang dalam soal-soal management tidak perlu, sebab dia sendiri yang memegang kekuasaan di dalam perusahaan. Dalam beberapa hal kebebasan itu ada batasnya, seperti dalam penetapan upah buruh, mengimpor atau mengekspor barang-barang dan lain sebagainya.
Penerimaan seluruh keuntungan (retention of all profits). Perusahaan perseorangan memberi kemungkinan seluruh keuntungan diberikan kepada seseorang, artinya memungkinkan pemilik perusahaan menerima 100% laba yang dihasilkan perusahaan. Dengan begitu jika usahanya berhasil insentif yang diterima akan lebih besar sehingga pemilik akan merasa puas. Sedangkan pada bentuk-bentuk badan perusahaan lainnya keuntungan dibagi antara pemilik perusahaan.
Pajak yang rendah (low taxes). Terhadap perusahaan perseroan tidak dikenakan pajak, pemungutan pajak hanya dilakukan pada pemilik per-usahaan perseorangan dari penghasilannya, karenanya sering disebut bahwa pajak pada perusahaan dagang relatip kecil.
Lebih mudah memperoleh kredit. Karena tanggung jawabnya tidak ter-batas pada modal usaha saja, tetapi juga kekayaan pribadi dari pemilik, maka risiko kreditnya lebih kecil.
Ketidak mungkinan bocornya rahasia (secrecy). Perusahaan dagang merupakan suatu jenis perusahaan dimana rahasia tertentu dapat dijamin tidak akan bocor, karena umumnya pengusaha sendirilah yang menjalan-kan tugas-tugas penting, seperti pencampuran unsur-unsur bahan dalam proses produksi.
Ongkos organisasi yang murah (low organization cost). Dari berbagai bentuk badan perusahaan, Perusahaan dagang mengeluarkan ongkos organisasi yang relatif murah, terutama karena bahagian-bahagian dan personalia yang relatif kecil.
Undang-undang dan peraturan-peraturan yang membatasi gerak per-usahaan dagang relatif sedikit jika dibandingkan dengan peraturan pada bentuk-bentuk perusahaan lain.
Dorongan perseorangan. Pengusaha perusahaan dagang pada umum-nya berusaha sekuat tenaga dengan kemampuan yang ada padanya agar perusahaan dapat merealisasikan tujuannya, yakni mendapat laba.
2. Keburukannya; di samping kebaikan terdapat pula keburukan-keburukan perusahaan dagang, diantaranya:
Tanggung jawab perusahaan yang tidak terbatas (unlimited liability). Bagi setiap bentuk perusahaan, memperoleh keuntungan yang menjadi tujuannya, merupakan hal yang rumit, tergantung pada kebijaksanaan perusahaan, lapangan kegiatan yang dilakukan, keadaan perekonomian dan sebagainya. Perusahaan yang terus menderita kerugian, ada kemungkinan terpaksa menutup perusahaan. Bagi perusahaan dagang, bila kekayaan perusahaan belum dapat menutup segala hutangnya, maka kekayaan pribadi pengusaha perusahaan dagang menjadi jaminan untuk membayar hutang perusahaan. Itu sebabnya maka dikatakan bahwa tanggung jawab perusahaan perseorangan tidak terbatas.
Besarnya perusahaan terbatas (limitation on size). Penanaman modal yang dilakukan perusahaan dagang seringkjali terbatas, karena terbentur dalam usaha mencari pinjaman. Hal ini dikarenakan pemilik perusahaan hanya satu orang, sehingga usaha-usaha yang dilakukan untuk mem-peroleh sumber dana hanya bergantung pada kemampuannya.
Kesulitan dalam soal pimpinan. Bila Perusahaan perseorangan mengalami ekspansi selalu timbul masalah dalam soal pim pinan, sebab pengwetahuan pengusaha tidak cukup untuk dapat mengorganisir perusahaan dengan baik. Menarik dan menempatkan orang-orang yang cakap, sering terbentur dalam hal delegasi tugas, dan kekuasaan. Pengusaha perusahaan perseorangan sering takut atau memang tidak tahu bagaimana mendelegasikan tugas dan kekuasaan dengan cara yang efektip.
Kesulitan dalam manajemen. Semua kegiatan pada perusahaan dagang seperti pembelian, penjualan, pembelanjaan, pencarian kredit, pengatur-an karyawan dan sebagainya dipegang oleh seorang pimpinan. Ini lebih sulit dibandingkan apabila manajemen dipegang oleh beberapa orang pengusaha.
Kurangnya kesempatan pada karyawan. Karyawan yang bekerja pada perusahaan dagang akan tetap menduduki posisinya dalam jangka waktu yang relatif lama, bahkan bisa tidak mendapatkan posisi yang lebih (tidak ada jenjang karir) bila perusahaan dagang itu tidak berkembang.
Kelangsungan usaha kurang terjamin (lack of continuity). Bila pemilik perusahaan meninggal atau perusahaan dagang bangkrut, atau sebab-sebab lain, dapat menyebabkan aktivitas perusahaan akan berhenti kegiatannya. Demikian pula bila usia pemilik perusahaan semakin lanjut, kelangsungan hidup perusahaan mulai terancam. Isteri atau anak-anak mungkin berusaha melanjutkan aktivitas perusahaan, namun tidak cukup-nya pengalaman menyebabkan perusahaan mengalami kemunduran.
Namun bila diperhatikan kebijakan pemerintah saat ini, lebih memper-hatikan pengembangan usaha perusahaan dagang/perusahaan kecil sebagai salah satu strategi pembangunan dengan alasan:
1. Pengembangan perusahaan kecil melibatkan sejumlah besar sumber daya manusia.
2. Dalam jangka pendek dapat mengatasi masalah pembagian pendapatan yang pincang dan masalah pengangguran.
3. Mempertinggi kemampuan produktif dari sumber daya manusia, karena mereka belajar pada tempat mereka bekerja.
4. Meningkatkan kecepatan perubahan struktur ekonomi di semua daerah, juga penyebaran kegiatan ekonomi secara geografis.
5. Perusahaan kecil terbukti lebih kuat bertahan dibandingkan perusahaan besar, hal ini terbukti ketika terjadinya krisis moneter di Indonesia.
[1] H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 Bentuk-bentuk Perusahaan, Cetakan Keenam, Djmbatan, Jakarta, 1991, hlm. 1.
[2] Pieter Tedu Bataona, Mengenal Pasal Modal dan Tata Urutan Perdagangan Efek Serta Bentuk-bentuk Perusahaan di Indonesia, Nusa Indah, Flores – NTT, 1994, hlm. 180. Lihat juga R. Murjiyanto, Pengantar Hukum Dagang, Aspek-aspek Hukum Perusahaan dan Larangan Praktek Monopoli, Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta, 2002, hlm. 4.
[3] Selanjutnya Beliau menyatakan perusahaan jasa adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha penggunaan jasa dengan alat bantu yang bertujuan memperoleh imbalan berupa uang. Sedangkan perusahaan industri adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha membuat atau menghasilkan/memproduksi barang-barang untuk memperoleh keuntung-an atau laba. Lebih lenjut lihat Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 54.
[4] Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 18.
[5] Abdul R. Saliman, dkk., Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Teori & Contoh Kasus, Cetakan Kedua, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 104.
[6] H.M.N. Purwosutjipto 2, Op.Cit., hlm. 2.
[7] Sentosa Sembiring, Loc.Cit.
[8] Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 55.
[9] Adapun fungsi NPWP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan, identitas wajib pajak, menjaga ketertiban pembayaran pajak, dan dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan. Selain itu NPWP juga memiliki manfaat untuk memperoleh pinjaman modal dari bank, memudahkan berhubungan dengan instansi yang mewajibkan mencantumkan NPWP, seperti kantor imigrasi, bea dan cukai, PLN, Telkom dan sebagainya. Lebih lanjut lihat Erly Suandy, Hukum Pajak (Dilengkapi dengan Latihan Soal), Salemba Empat, Jakarta, 2002, hlm. 128-130.
[10] Goodwill adalah segala sesuatu yang merupakan bagian dari usaha perniagaan atau bagian daripada perusahaan untuk mempertinggi nilai daripada perusahaan itu sebagai kesatuan, misalnya pesawat telepon, letak perusahaan dan sebagainya. C.S.T. Kasil dan Christine S.T. Kansil, Op.Cit., hlm. 30. Namun Abdulkadir Muhammad memandang goodwill dari dua segi, yaitu; Pertama, dari segi hukum. Goodwill adalah usaha perusahaan bukan benda dalam arti hukum, karena tidak dapat diperalihkan kepada pihak lain. Goodwill bukan harta kekayaan yang dapat dijadikan obyek hak, jadi dari segi hukum tidak relevan. Tetapi menurut Purwosutjipto (1985), goodwill adalah salah satu unsur urusan perusahaan yang termasuk dalam kelompok benda bergerak tak bertubuh yang bersifat immaterial. Dengan demikian, beliau mengganggap goodwill itu benda bergerak tak berwujud sama dengan hak cipta, hak paten, yang dapat diperalihkan kepada pihak lain. Pendapat beliau ini mungkin dapat dibenarkan jika dilihat dari segi ekonomi. Tetapi dari segi hukum, goodwill tidak mungkin dapat diperjualbelikan, goodwill bukan hak, melainkan usaha. Kedua, dari segi ekonomi. Dari segi ekonomi, S.J. Fockema Andrea mengatakan bahwa goodwill adalah benda ekonomi tidak berwujud yang timbul dalam hubungan antara perusahaan dan pelanggan, serta kemungkinan perkembangan yang akan datang. Goodwill dapat diperhitungkan bersama dengan urusan perusahaan dan dicatat dalam neraca sebagai keuntungan atau laba. Dari pernyataan ini jelas bahwa dari segi ekonomi goodwill itu benda tidak berwujud hasil kemajuan perusahaan yang digambarkan sebagai nilai lebih. Karena itu dicatat dalam pembukuan sebagai keuntungan atau laba. Keuntungan atau laba ini adalah hasil kegiatan ekonomi suatu perusahaan. Sebagai usaha perusahaan, goodwill dapat terjadi karena hal-hal berikut ini; a. hubungan baik antara perusahaan dan konsumen; b. manajemen perusahaan yang baik dan teratur; c. pemilihan tempat penjualan yang strategis; d. pemasangan iklan yang tepat dan menarik pelanggan; e. hasil produksi yang bermutu tinggi memenuhi selera konsumen dengan harga layak; f. pelayan perusahaan yang ramah dan menarik para pembeli; dan g. barang produksi perusahaan dibutuhkan orang terus-menerus karena vital, jumlah penduduk bertambah, daya beli masyarakat meningkat. Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 148-149.
[11] Lihat M. Manullang, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Edisi Revisi, Liberty, Yogyakarta, 1982, hlm. 14-16. Lihat juga Basu Swastha DH dan Ibnu Sukotjo W, Pengantar Bisnis Modern, Edisi Ketiga, Cetakan Kesepuluh, Liberty, Yogyakarta, 2002, hlm. 53-54. Murti Sumarni dan John Soeprihanto, Pengantar Bisnis (Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan), Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1995, hlm. 34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar